Minahasa, SatuUntukSemua.id – Anggota DPD RI, Ir. Stefanus BAN Liow bersama Ir. Abraham Paul Liyanto mengunjungi Desa Kanonang, Kecamatan Kawangkoaan, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Kunjungan kedua senator di Desa Kanonang ini, dalam rangka menggelar acara sosialisasi 4 Pilar MPR RI kepada masyarakat Desa Kanonang Raya. Senin (10/03/35).
Kegiatan ini, diinisiassi oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau APDESI Sulut. Dan digelar di Gedung serba guna EFRATA Kanonang, Minahasa. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk perwakilan, baik dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh sejarawan dan tokoh pemuda.
Dalam kegiatan ini, Liow menekankan pentingnya penghayatan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
“Empat Pilar MPR RI memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran kebangsaan dan mencegah berbagai permasalahan sosial, termasuk korupsi,” ujarnya.
Disampaikan, sosialisasi ini dilandaskan pada cita-cita negara Indonesia, salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar itulah sosialisasi menjadi begitu penting. Karena melalui kegiatan ini menurutnya, dapat membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, maju, unggul, berakhlak mulia dan berdaya saing tinggi sebagai modal utama dalam pembangunan bangsa.
“Pemahaman dan implementasi terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar negara harus selalu ditumbuhkembangkan. Ini dalam rangka mewujudkan cita-cita masa depan Indonesia yang lebih baik, untuk menuju masyarakat yang sejahtera, adil, makmur serta menjadi negara yang berdaulat dan bermartabat,” tandas<span;> Liow yang juga Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI.

Selain masyarakat Desa Kanonang Raya, acara sosialisasi ini juga diikuti oleh puluhan Kepala Desa dan perangkat Desa di Kabupaten Minahasa dan beberapa Kabupaten lainnya.
Pada kesempatan yang sama, Ir. Abraham Liyanto, Anggota DPD RI sekaligus Ketua Badan Sosialisasi MPR RI, menjelaskan bahwa sosialisasi ini bertujuan mengajak masyarakat agar bijak menyikapi pengaruh globalisasi, dan ilmu pengetahuan serta teknologi yang kian berkembang di era modern.
“Sosialisasi 4 pilar ini menjadi tugas dari MPR RI di setiap reses. Ini sangat penting untuk dipelajari dan dipahami, sehingga Pemerintah Desa dan Masyarakat bisa menyampaikan hal ini kepada masyarakat luas baik di tempat tinggal masing-masing. Sehingga makna 4 pilar ini dapat berdampak di kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Dalam acara ini juga dihadiri oleh Pakar/Akademisi FISIP UNSRAT Manado, DR. Drs. Novie R. Pioh, sebagai salah satu narasumber dalam sosialisasi 4 Pilar MPR RI.
Mantan Dekan FISIP ini tidak sekadar menguraikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsep normatif, tetapi juga sebagai simpul yang menyatukan dialektika sejarah. Ia mengingatkan bahwa Indonesia tidak lahir dalam ruang hampa. Ada jejak perjuangan, adu gagasan, serta perdebatan panjang yang melibatkan intelektual dan cendekiawan dari berbagai latar belakang.
“Empat pilar ini adalah hasil dari proses sejarah yang kompleks. Ia lahir dari pergulatan pemikiran para pendiri bangsa yang datang dari berbagai ideologi, agama, suku, dan latar pendidikan. Ada kompromi, ada semangat kebersamaan, dan yang terpenting, ada visi besar untuk kesejahteraan rakyat,” paparnya.
Peserta sosialisasi tampak menyimak dengan saksama. Sesekali, tepuk tangan menggema ketika akademisi itu menekankan bagaimana konsensus empat pilar menjadi pemersatu di tengah keberagaman.
Sementara itu, Ketua APDESI Sulut, Luki G.J Kasenda, berterima kasih kepada para Narasumber, baik anggota Senator maupun Akademisi yang telah memberikan pemahaman tentang pentingnya 4 Pilar kebangsaan.
“Ini penting menurut saya, m<span;>asyarakat maupun generasi muda Indonesia era milenial saat ini harus memahami dan mengimplementasikan Empat Pilar. bangsa kita memiliki keanekaragaman agama, budaya, adat istiadat dan suku-suku yang berbeda-beda, sangat penting untuk menopang kemakmuran dan kekuatan bangsa,” sebutnya.
Sesi itu pun berakhir dengan diskusi yang hangat. Di antara hiruk-pikuk isu kebangsaan yang kerap mengemuka, isu budaya dan sejarah. sosialisasi ini hadir sebagai pengingat bahwa Indonesia tidak hanya berdiri di atas sejarah, tetapi juga di atas kesadaran kolektif untuk terus merawatnya. (***)