Sidang Lokasi Kasus HGB 3320 di Desa Sea Temukan Fakta Baru

Minahasa, SatuUntukSemua.id – Sidang lokasi dalam perkara nomor 19/G/2025/PTUN. Manado yang dipimpin lansung oleh ketua Majelis Hakim Erick Siswandi Sihombing S.H, MH, bersama hakim anggota Muh Ridhal Rinaldy, S.H, Fitrayanti Arshad Putri, S.H dan Panitera Pengganti Rivo Turangan, S.H., di desa Sea kecamatan Pineleng kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, mendapatkan sejumlah fakta baru nan penting terkait sengketa tanah bersertifikat HGB 3320 Desa Sea, yang digugat oleh Evi Karauan.

Dalam sidang yang dipimpin lansung oleh Ketua Majelis Hakim PTUN Manado, terungkap bahwa objek tanah yang dikuasai selama 45 hingga 50 tahun dan telah dikelolah oleh tergugat.

Sementara itu, Bedasarkan para saksi-saksi dari beberapa warga yang turut hadir termasuk mantan hukum tua desa Sea dari tahun 1987-1995 Yohan Pontororing dilokasi tanah sengketa, menjelaskan bahwa telah terjadi pengurusan administrasi dari keluarga Mumu yang disebutnya bodong alias tidak sah. Didepan hakim, Pontororing menegaskan telah terjadi kesalahan besar, bahwa surat-surat tersebut yang berada di desa Sea, tapi diterbitkan oleh pemerintah Malalayang Dua dan diproses oleh ATR/BPN Minahasa.

“Saya waktu sebagai hukum tua tahun 1995, dan saya dengan jujur menolak keluarga Mumu dating untuk mengurus surat, dikarenakan adanya kesalahan. Dimana yang membuat surat adalah pemerintah Malalayang Dua yang membuat surat tersebut, dan itu sangat jelas bodong,” ujar Pontororing didepan hakim.

Dimana Pontororing meminta agar hakim memberikan keadilan kepada masyarakat desa Sea yang diberatkan dalam kasus ini.

Kuasa hukum penggugat, Noch Sambouw, S.H, M.H, C.M.C , menjelaskan bahwa rangkaian temuan di lokasi dan dalam proses persidangan berindikasi kuat adanya praktik mafia tanah yang sangat merugikat masyarakat terutama masyarakat Desa Sea.

Noch menjelaskan bahwa penguasaan atas tanah tersebut memiliki sejarah yang panjang dan jelas.

“Tanah ini dikuasai sudah sejak tahun 1960 oleh Lexi Tangkuhuma,” jelasnya.

Kemudia dilanjutkan oleh anaknya, yakni Jantje Hermanus Tangkumahat, sebelum dijual kepada klien kami, Evi Karauan, pada tahun 2002.

“Dimana lebih dari 60 tahun tidak pernah ada pihak lain yang mengklaim atau menggugat tanah ini,” ujar Noch.

Dimana kuasa hukum menyoroti adanya sertifikat HGB 3320 yang diterbitkan di atas tanah yang secara faktualnya telah lama dikuasai oleh warga.

Yang membuat kejanggalan, permintaan konversi tanah justru ditandatangani oleh Hukum Tua Malalayang Dua dan bukan Desa Sea, yang menjadi lokasi objek tanah itu berada, ucap Noch kepada rekan-rekan media.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dokumen hak erpacht yang diajukan tergugat hanyalah salinan yang diduga telah diutak-atik, bukan dokumen asli.
Sambouw juga membeberkan bahwa pihak Mumu cs pernah menggugat tanah tersebut melalui jalur pidana dan perdata pada 1999–2000.

Tiga perkara perdata nomor 91, 104, dan 105 seluruhnya diputus kalah pada 6 Januari 2000.

“Setelah kalah, mereka tidak mengajukan upaya hukum lagi. Tetapi anehnya, sertifikat kemudian dialihkan kepada seorang konglomerat nasional, Jimmy Widjaya.
Padahal AJB jelas menyebutkan bahwa objek jual beli tidak boleh dalam sengketa,” katanya.

Dalam sidang lokasi, majelis hakim turut meninjau serta memeriksa batas-batas tanah, bentuk fisik dan orang-orang yang bersebelahan lansung dengan objek tanah.

Dimana ditemukan beberapa pohon kelapa yang berusia 45-50 tahun lebih yang membuktikan bahwa tanaman tersebut Sudah ditanam oleh pihak yang telah lama ditanam pemilik sah.

Meski tidak ingin mendahui kewanangan hakim. Noch yakin bahwa seluruh kesaksian gugatan telah mereka buktikan secara menyeluruh.

“Semua yang kami dalilkan terbukti, dari sejarah penguasaan tanah, kejanggalan penerbitan sertifikat, bukti saksi, bukti surat, sampai fakta lokasi,” ujar Sambouw.

Kasus ini menyoroti bahaya nya praktek mafia tanah yang di indikasikan kuat masih aktif dan melalang buana di masyarakat, terutama di Sulawesi Utara. Ini menjadi amanah dan kepercayaan penegak hukum untuk bisa segera menindaklanjuti dan memberantas sindikat mafia tanah sesuai dengan mandat Presiden Prabowo Subianto.

(Redaksi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *