Manado, SatuUntukSemua.ID — Isu yang berhembus tentang mundurnya Ketua Sinode GMIM Pdt Hein Arina, makin kencang.
Namun ternyata ada alasan khusus bagi Pdt Hein Arina untuk tetap dan tidak mundur dari kursi Ketua Sinode GMIM.
“Tak ada keterangan saya untuk mundur. Saya juga tak pernah buat surat pengunduran diri,” ungkapnya.
Bagi sebagian orang, itu hanya kalimat pembelaan. Namun bagi Hein Arina, kalimat itu adalah sumpah iman dan tekad pengabdian. Ia tidak sedang berbicara sebagai pejabat gereja, melainkan sebagai seorang pelayan yang merasa hidupnya ditentukan oleh satu hal panggilan Tuhan.
“Saya terpilih karena panggilan Tuhan. Kalau saya mundur, sama saja saya berkhianat pada panggilan itu,” ucapnya.
Kepada Manado Post, Pdt Hein Arina tidak menampik bahwa badai sedang menghampiri. Ia tahu, nama besar Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) kini sedang berada di bawah sorotan publik. Namun di antara hiruk-pikuk kabar yang berseliweran, ia memilih diam, berjalan di jalan yang menurutnya benar jalan pelayanan.
Isu tentang ketua Sinode baru, Pdt Hein Arina anggap bukan sekadar rumor, tapi ujian spiritual bagi dirinya dan seluruh jemaat. “Kalau panggilan itu datang dari Tuhan, maka manusia tidak punya hak untuk mencabutnya,” begitu katanya kepada beberapa rekan pelayan gereja.
Sementara itu, di tempat lain, ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Manado menjadi arena lain dari ujian panjang ini. Senin (27/10/2025), menjadi momentum penting langkah terakhir Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membuktikan apakah lima terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah GMIM benar-benar bersalah atau tidak.
Selama proses persidangan yang melelahkan itu, lebih dari 50 saksi telah dihadirkan. Dari pejabat, jemaat, hingga ahli hukum dan agama, semuanya dimintai keterangan untuk menyingkap kebenaran.
Dalam sidang terakhir, JPU menghadirkan dua saksi ahli penting ahli pidana dan ahli agama. Dari kesaksian mereka, sejumlah fakta terungkap, mengubah pandangan banyak orang terhadap perkara ini.
Salah satu temuan penting adalah bahwa para terdakwa tidak mengambil uang yang disebut sebagai kerugian negara. Seluruh dana hibah itu, menurut bukti persidangan, digunakan untuk pelayanan, kesehatan, pendidikan, dan kegiatan keagamaan bukan untuk kepentingan pribadi.
Kuasa hukum Hein Arina Franklin Montolalu, menyebut bahwa keterangan kedua saksi ahli tersebut justru menguntungkan kliennya.
“Keterangan ahli pidana mengutamakan keadilan. Dan sesuai fakta persidangan, klien saya tidak terbukti mengambil uang hibah. Jadi mens rea nya, atau niat jahatnya, tidak diketemukan,” ungkap Franklin.
Ia menambahkan, kesaksian ahli agama pun memperkuat posisi kliennya.
“Ahli agama menjelaskan bahwa sistem pemerintahan GMIM itu Presbiterial Sinodal. Artinya, keputusan diambil oleh sidang, dan Ketua, Sekretaris, serta Bendahara hanya melaksanakan hasil keputusan sidang,” ujarnya.
Nada serupa disampaikan Michael Jacobus, kuasa hukum terdakwa lainnya.
“Sejauh ini belum ditemukan mens rea atau niat jahat dari para terdakwa terhadap penyaluran dana hibah. Dana hibah digunakan untuk pelayanan, dan para terdakwa tidak mengambil uang,” tegasnya.
Dalam dakwaan JPU, disebutkan terdapat 14 kegiatan GMIM yang menyebabkan kerugian negara dalam kasus ini. Di antaranya KKPGA Sinode GMIM 2020 senilai Rp 1.500.000. Kemudian beasiswa mahasiswa Fakultas Teologi UKIT Yayasan GMIM Ds AZR Wenas 2020 sebesar Rp 482.100.000.
Juga ada dukungan operasional Sinode GMIM 2020 sebesar Rp 74.800.000. Juga ada Jemaat Bukit Sion Kanonang, Wilayah Kawangkoan II 2020 senilai Rp 3.395.000. Juga pembangunan Kampus UKIT Yayasan GMIM Ds. AZR Wenas 2020 senilai Rp 1.075.156.897,17.
Ada juga Jemaat GMIM Efrata Kamasi, Wilayah Tomohon II 2021 sebesar Rp 6.006.000. Dukungan Operasional Sinode 2021 sebesar Rp 46.750.000. Sidang Majelis Sinode (SMS) 81 GMIM 2022 dan Pemilihan Kompelka Sinode sebesar Rp 183.700.500.
Pembangunan Gedung Kanisah Jemaat Kalvari Pineleng 2022 sebesar Rp 4.125.000.
Beasiswa Mahasiswa Fakultas Teologi UKIT 2022 (Tahap I & II) senilai Rp 3.030.000.000. Pertemuan Gereja Evangelical Church in Hesse dan Nassau (EKHN) 2022, perayaan Yubelium EMS di GMIM 2022, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Karlsruhe, Jerman 2022 sebesar Rp 539.228.632.
Juga pengembangan Kesehatan GMIM 2023 sebesar Rp 835.375.000. Perkemahan Pemuda GMIM Wilayah Tanawangko I 2023 sebesar Rp 500.000.000 serta kegiatan Hibah atas DID 2023 senilai Rp 1.200.000.000.
Namun, di balik angka-angka yang terlihat kaku itu, ada kisah pengabdian dan pelayanan yang tak tercatat dalam berkas hukum kisah para pelayan gereja, guru sekolah minggu, dan mahasiswa teologi yang menerima manfaat dari dana tersebut.
Pdt Hein Arina dalam wawancara sadar bahwa setiap pemimpin gereja akan diuji, bukan hanya oleh hukum manusia, tapi oleh kejujuran nuraninya sendiri.
“Kalau saya mundur, itu berarti saya berkhianat pada panggilan Tuhan,” tandasnya. (***)






