Kunjungan Kerja di Manado, Badan Akuntabilitas Publik DPD RI bahas Konflik Lahan dengan warga di Pulau Bunaken

SatuUntukSemua.id – Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara, Rabu (26/10/2025).

Dalam kunjungan tersebut, selain Ketua BAP, hadir juga Wakil Ketua BAP DPD RI, Adriana Dondokambey didampingi Kepala Kantor Perwakilan DPD RI Provinsi Sulut, Sugihanto Rahim bersama jajaran.

Bacaan Lainnya

Dalam kunjungan tersebut BAP DPD RI melakukan dialog dengan puluhan warga.

Dialog tersebut membahas konflik Tanah yang ada di pulau Bunaken dan Manado Tua.

Dari dari dialog tersebut, BAP DPD RI mendapati sejumlah temuan konflik tanah di daerah tersebut.

Temuan Konflik Tanah di Bunaken dan Manado Tua :​

1. Konflik Tenurial dan Bukti Historis

Konflik ini berakar dari tumpang tindih lokasi secara masif antara batas kawasan konservasi yang ditetapkan pada tahun 2014 dengan wilayah yang telah dikuasai dan dihuni masyarakat. Klaim masyarakat diperkuat dengan bukti bahwa mereka telah tinggal di sana dan mengelola lahan secara turun-temurun sejak era kolonial, yaitu sejak 1800-an.

2. Ketidaksesuaian Kondisi Lapangan dan Fungsi Kawasan

Hasil tinjauan lapangan BAP DPD RI menyimpulkan adanya ketidaksesuaian. Mayoritas wilayah yang diklaim sebagai kawasan konservasi di Pulau Bunaken adalah wilayah permukiman padat, kebun produktif, dan lahan garapan. Secara ekologis, wilayah ini sebagian besar sudah tidak memenuhi fungsi hutan alam dan habitat satwa liar yang dilindungi, melainkan merupakan Area Penggunaan Lain (APL). Klaim masyarakat bahwa tidak ada lagi hutan alam atau satwa liar yang dilindungi secara signifikan di area tersebut terbukti valid di lapangan.

3. Permasalahan Hukum dan Tata Batas

Penetapan kawasan konservasi yang menimbulkan konflik ini diragukan kekuatan hukumnya. Hal ini disebabkan adanya indikasi bahwa penetapan tersebut belum didukung oleh tata batas yang final, clear and clean, dan disepakati oleh seluruh pihak di lapangan. Penetapan kawasan yang didalamnya sudah ada permukiman dianggap cacat dalam penetapan tersebut.

4. Dampak Sosial Ekonomi dan Hambatan Pembangunan Dasar

​Status tanah yang “terkunci” menimbulkan ketidakpastian hukum, keresahan, dan stagnasi ekonomi. Masyarakat tidak bisa mengurus sertifikat atau memanfaatkan tanah secara optimal untuk investasi. Selain itu, penetapan status kawasan telah menghambat pemenuhan hak dasar warga, termasuk kesulitan mendapatkan izin pembangunan infrastruktur dasar seperti sarana air bersih (sumur bor) atau perbaikan rumah.

5. Usulan Kompromis Masyarakat

​Khusus di Pulau Manado Tua, secara visual terdapat perbedaan antara wilayah puncak gunung yang masih berhutan lebat dengan wilayah lereng dan pesisir. Masyarakat menyepakati wilayah puncak gunung dapat dipertahankan sebagai kawasan konservasi, sementara wilayah permukiman dan kebun produktif perlu dikeluarkan.

Dalam kunjungan kerja di Sulawesi Utara, BAP DPD RI dijadwalkan alam melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum BAP DPD RI pada Kamis pagi, dengan Gubernur Sulut serta para Stakeholders dalam rangka tindak lanjut pengaduan masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara.

Redaksi. 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *