JAKARTA, SatuUntukSemua.ID – Pasca adanya ketegangan di Timur tengah antara Iran dan Israel, pemerintah Iran mengancam menutup Selat Hormuz, jalur penting pengiriman minyak dunia.
Ancaman ini muncul usai serangan udara Amerika Serikat sebagai sekutu Israel ke tiga fasilitas nuklir Iran pada Minggu 22, Juni 2025 kemarin. Jika Selat Hormuz benar ditutup oleh Iran, maka akan berpotensi terjadinya gangguan pasokan energi global.
Menyikapi hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan pemerintah Indonenesia tengah menjajaki Rusia sebagai mitra alternatif dalam pemenuhan kebutuhan Minyak dan gas (Migas) Nasional.
“Indonesian tengah membuka peluang kerja sama impor minyak mentah (Crude Oil) dan gas dari Rusia, termasuk LPG yang selama ini 80% nya dipenuhi dari impor,” kata Bahlil dalam presconfres pada Selasa, 24 Juni 2025 di Jakarta.
Menurut Bahlil, kerja sama ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan energi dengan syarat harga lebih kompetitif.
Kerja sama antara Indonesia dan Rusia dalam hal hal impor minyak mentah ini, setelah pertemuan Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden Rusia Vladimir di Istana Constantine, St Petersburg, Rusia, yang turut diikuti oleh Bahlil dan Kepala SKK Migas, pada Kamis, 19 Juni 2025 kemarin.
Menyikapi kebijakan ini, Anggota Komisi XII DPR RI, Christiany Eugenia Paruntu (CEP), mendukung penuh langkah pemerintah Indonesia melalui Menteri ESDM dalam membangun kerja sama dengan Rusia dalam sektor Migas. Dia juga mendukung kemitraan di bidang pengembangan energi nuklir.
CEP menilai kemitraan strategis tersebut berpotensi memperkuat ketahanan energi nasional.
“Kerja sama Indonesia-Rusia di sektor migas merupakan langkah positif dalam menjawab tantangan energi global. Kita perlu membuka ruang yang lebih luas untuk investasi dan pertukaran teknologi agar sektor ini dapat tumbuh secara berkelanjutan,” tutur CEP lewat pesan WhatsApp nya.
Dirinya juga mengatakan, bahwa dalam situasi global yang makin tidak menentu, Indonesia membutuhkan strategi yang kokoh di sektor energi nasional. Langkah-langkah seperti modernisasi kilang, penguatan cadangan energi nasional, dan diversifikasi ke energi terbarukan harus menjadi prioritas utama.
“Di tengah dunia yang makin tak pasti, Indonesia butuh pijakan kuat di sektor energi. Modernisasi kilang, penguatan cadangan nasional, dan diversifikasi ke energi terbarukan bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Saat dunia bergejolak, kemandirian energi adalah fondasi kedaulatan kita sebagai bangsa,” tambah CEP. (***)